Ditulis
oleh Aliffia Hanu Wardhana
Nusantara
sehat Team Batch penempatan Puskesmas Binontoan
Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah
Mobil hitam berhenti tepat di depan gerbang puskesmas. Siapa gerangan? Waktu sudah menunjukkan pukul 02.30. Dan aku pun belum tertidur. Membolak-balikkan badan berharap mata cepat terpejam. Namun, kali ini tidak. Insomnia. Teman 1 team ku bangun lebih dulu. Beranjak dari tempat tidur. Membukakan pintu yang sedari tadi mengetuk pintu rumah dinas kami.
Ternyata Bidan desa dari desa sebelah. Sebut saja Bidan A.
"Ada partus lif"
Kudengar suara itu dari kamar. Segera ku beranjak pergi menuju ruang persalinan. Menyiapkan segalanya untuk kebutuhan proses persalinan. Partus set. Hecting set. Perlengkapan jika ada tindakan emergency. Alat resusitasi dan lain sebagainya.
"Sudah pembukaan berapa kak?"
“Pembukaan 6 cm lif”
Tiba-tiba lampu mati.
“Aaaakkkkkk”
Terdengar suara serentak dari pasien dan keluarganya. Kupanggil temanku yg lain untuk menghidupkan genset. Beberapa menit setelah ia coba.
"Bensin genset habis lif"
Yasudah mau diapa. Tak ada penjual bensin kalau dini hari begini. Tanpa listrik pun jadi. Ditambah lagi air juga tak ada. Lengkap sudah. Bukan lengkap penderitaan, namun lengkap sudah perjuangan. Inilah bumbu dari sebuah perngorbanan. Aku meminta tolong keluarga pasien untuk mengambil air di kuala (sungai). Mereka pun bergegas mengambil air menggunakan dompeng. Dompeng adalah kendaraan yang biasanya digunakan masyarakat untuk mengangkut cengkeh saat sudah panen. Selain itu juga bisa untuk mengangkat kayu dan lain sebagainya.Kota Tolitoli disebut dengan kota cengkeh. Karena Tolitoli merupakan penghasil cengkeh terbesar di Indonesia.
4 Jam kemudian ….
"Astaghfirullah"
“ Iya bu, sabar ya. Selalu istighfar ya bu” sambil kuelus-elus punggung ibu.
Bidan melakukan pemeriksaan dalam, dalam istilah kebidanan disebut dengan vt (vaginal toucher). VT adalah memasukan jari tengah dan jari telunjuk ke dalam vagina, yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kepala bayi turun dan untuk mengetahui pembukaan pada proses persalinan
“Su pembukaan 9 bu, bentar lagi ne”
Ketika kontraksi datang, tak ada keluhan satu kata pun dari ibu. Bukan karna tak merasakan rasa sakit.Beliau juga merasakan hal yang sama. Seperti ibu-ibu hebat yang lain. Namun beliau jadikan rasa sakit tersebut sebagai ladang untuk bersyukur. Ladang untuk berserah . Dan pada akhirnya berada di titik ikhlas. Wajah bercahaya terpancar dari wajah beliau . Begitu yakinnya beliau kepada Sang Penciptanya. Rasa sakit ketika bersalin adalah cara Allah menggugurkan dosa-dosa kecil. Tetapi ada syaratnya. Yaitu harus sabar, bersyukur, ikhlas, dan selalu melibatkan Allah dalam setiap sakitnya.
“Pyoooook”
Air ketuban pun pecah. Bidan segera periksa dalam kembali.
“ Su buka lengkap bu”
Bidan mengatur posisi ibu. Dan mulai memimpin persalinan.
“ Kalau tidak sedang kontraksi, atur nafasnya kita (kamu) baik-baik ne.”
“ Iya bu, bagus bagus ibu”
“Oeeeeek oeeeeekkk oekkkkkkk”
“menangis merintih”, ujarku
Aku dan bidan A membagi tugas, bidan A bergegas membawa bayi ke meja resusitasi karna menangis merintih. Sedangkan aku bertugas mengeluarkan plasenta. Sudah terlihat semburan darah, tali pusat memanjang, dan uterus globuler. Segera kulakukan dorso cranial untuk mengeluarkan plasenta. Ternyata plasenta tidak lengkap. Masih tertinggal. Ibu tampak pucat dan lemas. Darah pun mengucur bagaikan keran. Coba bayangkan kejadian saat itu. Panik jelas iya. Namun kami berusaha tetap tenang. Lakukan tindakan dengan cepat tapi tak buru-buru dan harus hati-hati. Segera pasang infus jalur yang kedua, karena yang pertama memang sudah terpasang. Lalu drip oxytocin. Setelah itu lakukan manual plasenta. Pelan-pelan tangan saya masukkan ke dalam rahim.
“Astaghfirullah”, kata sang ibu
Ternyata memang masih ada yang tertinggal dan lengket sekali. Pelan-pelan melakukan manual plasenta. Alhamdulillah semua tertangani karena pertolongan Allah. Bayi lahir dengan selamat karna Allah. Ibu selamat dari perdarahan karna Allah. Meskipun dengan alat partus seadanya. Dengan penerangan yang terbatas. Air yang sama sekali tak ada. Semua bisa terselesaikan atas izin Allah. Dengan segala keterbatasan tak mengurangi semangat kami sebagai bidan untuk berjuang di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan terluar (DTPK).
Menengok kembali Puskesmas Binontoan beberapa tahun silam, persalinan masih ditolong di rumah pasien dengan alat yang tidak memadai. Bahkan tak jarang yang melahirkan di dukun. Namun, beberapa tahun terakhir ini persalinan sudah semuanya dilakukan di puskesmas. Awalnya, saya yang dianggap sebelah mata oleh para dukun. Akhirnya bisa tersenyum bahagia karena cita-cita saya membawa ibu-ibu bersalin di puskesmas terwujud.
murtiningsihHari ini
masyaa Allah...semoga lelahnya menjadi ibadah saudaraku...dan 30an tahun silam dipulau jawapun saya masih mengalami hal seperti itu...benar benar pengalaman yang pantas dikenang dan biar Allah yang mencatat amal kita semangat bidan Indonesia
Balas