BIDAN

EKLAMSIA….. I’m not loving You

04 May 2021 Admin 17309

Cerita ini adalah cerita nyata. Jika masih ada hal-hal yang tidak spesifik diceritakan karena menjaga privasi pasien dan lingkungan kerja.
By: Alfi Syifa Darmastuti


Bidan Nusantara. Di akhir penugasan semua tampak ceria karena akan ada pesta, namun hatinya siapa yang tahu. Pagi tanggal 20 Oktober 2017 adalah hari acara perpisahan kami dengan warga ginimbale. Kami satu tim bersiap untuk berangkat dengan kapal sabuk nusantara 38 yang akan menghantarkan kami ke ibukota kabupaten Kepulauan Talaud, Melonguane. Cuci baju yang akan dibawa, mempersiapkan makanan untuk pesta malam nanti dan juga menyelesaikan delegasi/ handover laporan ke staff puskesmas karatung.

Saat itu pukul 06.00 wita, aku yang lebih memilih sibuk untuk mengeluarkan ikan dari freezer tetangga untuk di bakar dan digoreng sebagai sajian saat pesta, menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dipakai memasak ikan, daging, maupun sayur yang sudah dibeli teman satu tim kami di kabupaten 2 hari lalu dengan kapal Feri. Ketika sudah mulai membersihkan bumbu, ada yang berteriak

“Fi, ada rujukan dari kakorotan mau melahirkan”, kata Perawat Kakorotan yang sudah tiba lebih dahulu dibandingkan pasiennya.

“Beneran, Ta?” jawabku

“IYA! Udah kejang 5 kali dari kemarin”

“Kenapa ga dari kemarin?” tanyaku

“Kencang Fi dari sana!” Jawabnya

“Oh iyo kaang”

Seketika aku langsung aku menyiapkan ruang bersalin, menyiapkan alat-alat yang tidak ada di rawat inap, terutama MgSO4 40%. Tidak bisa lagi menyalahkan keadaan, karena keadaan situasi saat itu bukan untuk mencari kambing hitam, namun untuk menemukan keselamatan ibu bersalin ini. Siapa yang bisa menjamin keselamatan mereka kalau cuaca memang berangin kencang sehingga bisa ke tempat kami, Pulau Karatung. Mau marah sama bidan atau perawat yang merujuk atau merawat? Oh bukan lagi saatnya!!

Segera setelah pasien tiba di rawat inap dengan menggunakan KAISAR/VIAR (kendaraan bermotor roda 3 dengan gerobak dibelakang), mengondisikan pasien untuk nyaman di dalam ruang bersalin. Melakukan pemeriksaan Ibu dan Bayi. Tekanan Darah ibu 190/110 mmHg. Kaget! Setelah dilakukan periksa dalam sudah pembukaan 8 dengan ketuban sudah pecah. Urine keluar dan mengecek protein urine (positif). Jleb!! Eklamsia!! Denyut Jantung Janin 176x/mm tidak stabil!

Saat itu, aku panggil semua perawat dan bidan yang ada saat itu di pulau, aku membutuhkan banyak bantuan. Bolus MgSO4 Boka Boki telah diberikan karena pemasangan infus selalu dilepas ibu. Kondisi ibu yang gelisah dan selalu melepas pemberian oksigen menambah sulit dan tegang keadaan. Ibu kembali kejang!!!

Bersyukur ada jaringan hari itu, setelah meminta bantuan perawat untuk pemasangan kateter maupun infus, Aku konsul dokter Spesialis Kandungan di Melonguane.

“Dok, ini saya Alfi Nusantara sehat Karatung. Dok, ini ada persalinan dan sudah kejang Tekanan darah 190/110 mmHg, His jarang karena kondisi ibu yang gelisah dan tidak kooperatif untuk tenang. MgSO4 Boka Boki sudah diberikan karena pemasangan infus sulit. Sekarang sedang berusaha dipasang kembali, namun tadi sudah 1 kali kejang”

“Dek, segera terminasi kehamilan, sudah tidak mungkin dirujuk, nyanda mo riki itu! Kalau nda mo segera keluar itu bayi, ibu dan bayi bisa MENINGGAL! Dek, segera pasang infus rangsang dengan oksitosin 1 ampul 16 tetes per menit, dan usahakan MgSO4 per infus tetap masuk 24 tetes per menit. Cari Vacum!!”

Bagikan sambaran petir di siang bolong. Dokter langsung meminta segera cari Vacum dan segera melaksanakan vacuum ekstraksi. Beliau mengatakan akan memandu cara vacuum. Vacum ekstraksi adalah prosedur persalinan dengan bantuan alat sehingga kepala bayi dapat dikeluarkan. Segera setelah telpon dokter, ku masuk ruang bersalin dan melihat infus sudah terpasang kedua lengan ibu. Ibu masih gelisah dan selalu menggerakkan tangannya. Segera ku ambil oksitosin ku suntikkan pada larutan RL pada jalan infus lengan kiri dan diatur settingan 16 tetes per menit dan jalur infus lengan kanan dengan MgSO4 denga 24 tetes per menit.

Suami pasien sudah ku jelaskan prognosis ibu maupun bayi BAHWA KEMUNGKINAN bayi meninggal maupun ibu. Meminta suami untuk tanda tangan  inform concent. Suami bersedia.

“Ses, tolong neh, kita mo telpon depe orangtua deng kita pe orang tua.”

“Ya pak, Semua berdoa, semua berusaha yang terbaik. Mohon bapak tetap dampingi istri dan ada disini.”

“Ya Ses.”

Sembari menunggu rangsangan dari oksitosin. Bidan Senior yang baru saja datang dengan Kapal Sabuk 38 ku jemput di rumah dengan berlari. Rumahnya hanya 20 meter dari ruang rawat inap. Ku sampaikan semua cerita dan beliau pun belum pernah menangani kasus ini. Kami berdua hanya pernah melihat cara vacuum ekstraksi tapi belum pernah melakukannya karena itu hanya bisa di Rumah Sakit maupun Puskesmas yang sudah PONED. Puskesmas kami, sekitar bulan Juli 2017 mendapatkan distribusi alat-alat kesehatn baru, diantaranya box bayi, tempat tidur bersalin otomatis, Oxygen Concentrator, Vacum Suction Unit.  

“Kak, kita sama-sama. Bismillahirrahmanirrahiim, All iz Well, All iz Well, All iz Well” Ku berusaha tenang dan berpikir positif.

JUJUR, disaat itu langsung saja Allah menyelipkan bayangan Film “3 Idiots” yang dibintangi Amir Khan. Pada film itu juga terdapat adegan dimana ibu bersalin mengalami keleleahan dan bayi harus segera dikeluarkan. Semangat Amir Khan yang tidak pernah melahirkan bayi, dan belum tahu cara menggunakan Vacum, bahkan dia mampu membuatnya hanya dengan tahu cara kerja, menular kepada saya. Saya dan bidan senior tidak tahu sistem kerja Alat Vacum yang baru!! Spontan saja, 2 tabung Vacum diisi air bersih sekitar 500ml, memang alat dan cup untuk vacuum.

Bidan Senior sedang mengawasi Denyut Jantung Janin yang terdengar melemah dan keadaan ibu yang masih gelisah, saya sedang belajar menggunakan alat Vacum. Tidak lama, hanya 5 menit setelah saya tekan tombol power saya berhasil mengetahui sistem kerja alat itu. Allhamdulillah, semua karena pertolongan Allah.

“Kak, ayo sudah siap alatnya!” Pasien ibu sudah mengejan-mengejan tak beraturan.

“Ok dek, kakak yang masukkan alat, kamu atur tekanan, kalau kak bilang stop, lepas tekanan ya dek!.”

“Ok kak!” Tekanan kunaikkan hingga 300 (angka sudah tertera di alat vacuum).

“Stop dek!” Lalu Ku lepas tekanan perlahan. Hingga sampai 4 kali, kepala bayi sudah mulai kelihatan namun belum keluar. Cukup membuat tegang dan pegal, Bidan senior meminta tukar posisi karena kelelahan.

“Dek, gantian ya, Ka so lelah.”

“Ya kak, kakak yang atur tekanan ya. Begini ka caranya!”

Langsung saja seperti privat kilat menit. Ini begini Ini begitu, Done!

“Ayo kak, ibu sudah kontraksi!”

Ku pasangkan cup pada kepala bayi baik-baik dan memastikan tidak ada yang terjepit. Langsung saja tekanan naik hingga 500 dan Ku traksi perlahan tak lama hanya hitungan detik daaaaaaan

“ALHAMDULILLAAHIROBBIL’ALAAMIIN…… stop kak!”

Semua berseru atas kebesaran dan kasih Tuhan!! Kepala bayi sudah keluar dan sudah biru, ketuban bercampur mekonium, BAYI TIDAK MENANGIS. Gerak cepat langsung untuk menolong bayi asfiksia. Berbagi tugas dengan bidan senior yang sedang resusitasi bayi. Aku melakukan Manajemen Aktif Kala III dan Kala IV.

“Oeeek….. Oeeeeek….!!”

Tangisan bayi memecah mencekamnya suasana ruang bersalin, sesekali ku menengok ke belakang, kondisi ekstremitas dan badan bayi sudah tak lagi biru. Fokusku sekarang pada ibu. Ibu memang lemah, mengeluh pusing, segera perawat lainnya ku minta untuk memeriksa tekanan darah. 140/100 mmHg. Lega sedikit, namun tegangnya masih banyak. Oksigen masih terpasang pada ibu walaupun ibu masih saja berusaha melepas. Ibu seperti kurang komunikatif.

Yah, pengawasan keadaan umum ketat pada ibu selama 2 jam postpartum ini. Infus yang tadinya di dua lengan sudah pindah di kaki ibu karena ibu masih sering bergerak-gerak gelisah. Bersyukur bukan kejang lagi.

“Baku ganti torang mo jaga e Dek!”

“Iyo Kak, Siap!”

Bayi itu dinamakan SYIFANI atas permintaan orangtua bayi. Gabungan nama Syifa dan Ani. Kisah ini tak pernah ku lupakan. Siapa yang akan pernah menyangka di hari kami pulang penugasan pun, begitu indah Allah menciptakan kenangan dan pengalaman. Kami bidan pulau Karatung, sejak kehamilan sudah melakukan kunjungan ke rumah tiap bulan, bahkan lebih sering jika itu sudah ada risiko yang menyertai kehamilannya. Kami selalu pendekatan kepada ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan dan selalu menerima kehamilan yang sudah Tuhan karuniakan. Tak sedikit ibu hamil yang kami rujuk, karena kami lebih sayang pada bayi maupun ibu.

Tak sedikit pula ibu yang bersedia, sejak ada Nusantara Sehat datang ibu hamil lebih senang ke Puskesmas dan mengikuti saran-saran. Untuk USG ke kabupaten pun mau.

Coba bayangkan, merujuk dengan jalur laut kondisi cuaca kencang, kegawatdaruratan Ibu dan Bayi seperti itu harus bertahan 4-6 jam di perjalanan? Oh,tidak, saya jadi pasien nanti karena muntah mabuk laut dan pasien tambah parah.

Namun, peristiwa ini adalah pasien rujukan dari pulau Kakorotan yang kebetulan jarak lautnya bisa ditempuh dengan perahu ataupun pamboat kurang lebih 30 menit- 1,5 jam tergantung muatan dan kecepatan mesin. Sepertinya Allah memberikan ujian kenaikan kelas hari itu, biasanya merujuk ibu-ibu hamil risiko tinggi, ini malah dapat JACKPOT rujukan. Bersyukur ada alat-alat yang baru datang. Biasanya oksigen aja tidak ada. Mau menolong persalinan saja sudah spot jantung. Perbedaan di pulau dan di kota.

Di Pulau Karatung sudah tidak ada dukun, namun hanya oma (nenek) yang kadang memberikan ramuan. Setiap kelas ibu hamil maupun setiap pemeriksaan ibu hamil sudah diberitahu untuk tidak meminum ramuan-ramuan, nanti kalau sudah bersalin tidak apa. Mungkin di tempat penugasan lain, masih banyak dukun yag lebih berpengaruh, hal itu merupakan hambatan terbesar, karena belum apa-apa sudah tidak dipercaya.

Sarana prasarana yang tidak memadai di DTPK memang perlu segera dilengkapi dan tak boleh ditinggalkan PELATIHAN bagi bidan/perawat yang bertugas disana. Harapannya semua ada dokter, kalau pas tidak ada dokter, Bidan/Perawat seperti garda terdepan untuk membantu masalah kesehatan di DTPK. Di Pulau Karatung kesadaran akan kebutuhan dokter memang tinggi, namun mereka masih sangat percaya dengan bidan/ perawat.

“Salah-salah, siapa lagi yang mau tolong torang.”

Bidan dan tenaga kesehatan lain di DTPK berkolaborasi apik dan ciamik maka masalah kesehatan mampu ditangani. Bidan, tanganmu lembut bagai sutera, matamu tajam bagaikan elang, hatimu kuat bagaikan kuatnya sang raja rimba. Bidan di DTPK bertahan dengan semangat cinta. Pengalaman berharga et causa kepepet, fasilitas terbatas, namun jadi expert. Aamiin.

Semangat lah selalu kawan, Tuhan selalu bersama hati dan pikiran yang baik, All iz Well


Bayi itu dinamakan SYIFANI atas permintaan orangtua bayi. Gabungan nama Syifa dan Ani.


Tentang Penulis

Admin

Administrator

Administrator


3 Komentar

AstHari ini

Disini dapat belajar, bukan menyalahkan siapa jika terjadi kegawatan tetapi bagaimana menangani kegawatan tersebut agar semua selamat.

Balas

WinduHari ini

Terimakasih ceritanya dapat dijadikan pelajaran sekaligus menghibur

Balas

Ita novita2021-06-14

Ceritanya bagus. Cuma bahasa yg kadang sulit dimengerti dikarenakan beda suku beda bahasa

Balas

Tinggalkan Komentar