Cerita
ini adalah cerita nyata. Jika masih ada hal-hal yang tidak spesifik
diceritakan karena menjaga privasi pasien dan lingkungan kerja.
By: Alfi Syifa Darmastuti
Bidan Nusantara.
Di akhir penugasan semua tampak ceria karena akan ada pesta, namun
hatinya siapa yang tahu. Pagi tanggal 20 Oktober 2017 adalah hari acara
perpisahan kami dengan warga ginimbale. Kami satu tim bersiap untuk
berangkat dengan kapal sabuk nusantara 38 yang akan menghantarkan kami
ke ibukota kabupaten Kepulauan Talaud, Melonguane. Cuci baju yang akan
dibawa, mempersiapkan makanan untuk pesta malam nanti dan juga
menyelesaikan delegasi/ handover laporan ke staff puskesmas karatung.
Saat
itu pukul 06.00 wita, aku yang lebih memilih sibuk untuk mengeluarkan
ikan dari freezer tetangga untuk di bakar dan digoreng sebagai sajian
saat pesta, menyiapkan bumbu-bumbu yang akan dipakai memasak ikan,
daging, maupun sayur yang sudah dibeli teman satu tim kami di kabupaten 2
hari lalu dengan kapal Feri. Ketika sudah mulai membersihkan bumbu, ada
yang berteriak
“Fi, ada rujukan dari kakorotan mau melahirkan”, kata Perawat Kakorotan yang sudah tiba lebih dahulu dibandingkan pasiennya.
“Beneran, Ta?” jawabku
“IYA! Udah kejang 5 kali dari kemarin”
“Kenapa ga dari kemarin?” tanyaku
“Kencang Fi dari sana!” Jawabnya
“Oh iyo kaang”
Seketika
aku langsung aku menyiapkan ruang bersalin, menyiapkan alat-alat yang
tidak ada di rawat inap, terutama MgSO4 40%. Tidak bisa lagi menyalahkan
keadaan, karena keadaan situasi saat itu bukan untuk mencari kambing
hitam, namun untuk menemukan keselamatan ibu bersalin ini. Siapa yang
bisa menjamin keselamatan mereka kalau cuaca memang berangin kencang
sehingga bisa ke tempat kami, Pulau Karatung. Mau marah sama bidan atau
perawat yang merujuk atau merawat? Oh bukan lagi saatnya!!
Segera
setelah pasien tiba di rawat inap dengan menggunakan KAISAR/VIAR
(kendaraan bermotor roda 3 dengan gerobak dibelakang), mengondisikan
pasien untuk nyaman di dalam ruang bersalin. Melakukan pemeriksaan Ibu
dan Bayi. Tekanan Darah ibu 190/110 mmHg. Kaget! Setelah dilakukan
periksa dalam sudah pembukaan 8 dengan ketuban sudah pecah. Urine keluar
dan mengecek protein urine (positif). Jleb!! Eklamsia!! Denyut Jantung
Janin 176x/mm tidak stabil!
Saat itu, aku
panggil semua perawat dan bidan yang ada saat itu di pulau, aku
membutuhkan banyak bantuan. Bolus MgSO4 Boka Boki telah diberikan karena
pemasangan infus selalu dilepas ibu. Kondisi ibu yang gelisah dan
selalu melepas pemberian oksigen menambah sulit dan tegang keadaan. Ibu
kembali kejang!!!
Bersyukur
ada jaringan hari itu, setelah meminta bantuan perawat untuk pemasangan
kateter maupun infus, Aku konsul dokter Spesialis Kandungan di
Melonguane.
“Dok, ini saya Alfi Nusantara sehat Karatung. Dok,
ini ada persalinan dan sudah kejang Tekanan darah 190/110 mmHg, His
jarang karena kondisi ibu yang gelisah dan tidak kooperatif untuk
tenang. MgSO4 Boka Boki sudah diberikan karena pemasangan infus sulit.
Sekarang sedang berusaha dipasang kembali, namun tadi sudah 1 kali
kejang”
“Dek, segera terminasi kehamilan, sudah tidak mungkin
dirujuk, nyanda mo riki itu! Kalau nda mo segera keluar itu bayi, ibu
dan bayi bisa MENINGGAL! Dek, segera pasang infus rangsang dengan
oksitosin 1 ampul 16 tetes per menit, dan usahakan MgSO4 per infus tetap
masuk 24 tetes per menit. Cari Vacum!!”
Bagikan sambaran petir
di siang bolong. Dokter langsung meminta segera cari Vacum dan segera
melaksanakan vacuum ekstraksi. Beliau mengatakan akan memandu cara
vacuum. Vacum ekstraksi adalah prosedur persalinan dengan bantuan alat
sehingga kepala bayi dapat dikeluarkan. Segera setelah telpon dokter, ku
masuk ruang bersalin dan melihat infus sudah terpasang kedua lengan
ibu. Ibu masih gelisah dan selalu menggerakkan tangannya. Segera ku
ambil oksitosin ku suntikkan pada larutan RL pada jalan infus lengan
kiri dan diatur settingan 16 tetes per menit dan jalur infus lengan
kanan dengan MgSO4 denga 24 tetes per menit.
Suami pasien sudah
ku jelaskan prognosis ibu maupun bayi BAHWA KEMUNGKINAN bayi meninggal
maupun ibu. Meminta suami untuk tanda tangan inform concent. Suami
bersedia.
“Ses, tolong neh, kita mo telpon depe orangtua deng kita pe orang tua.”
“Ya pak, Semua berdoa, semua berusaha yang terbaik. Mohon bapak tetap dampingi istri dan ada disini.”
“Ya Ses.”
Sembari
menunggu rangsangan dari oksitosin. Bidan Senior yang baru saja datang
dengan Kapal Sabuk 38 ku jemput di rumah dengan berlari. Rumahnya hanya
20 meter dari ruang rawat inap. Ku sampaikan semua cerita dan beliau pun
belum pernah menangani kasus ini. Kami berdua hanya pernah melihat cara
vacuum ekstraksi tapi belum pernah melakukannya karena itu hanya bisa
di Rumah Sakit maupun Puskesmas yang sudah PONED. Puskesmas kami,
sekitar bulan Juli 2017 mendapatkan distribusi alat-alat kesehatn baru,
diantaranya box bayi, tempat tidur bersalin otomatis, Oxygen
Concentrator, Vacum Suction Unit.
“Kak, kita sama-sama.
Bismillahirrahmanirrahiim, All iz Well, All iz Well, All iz Well” Ku
berusaha tenang dan berpikir positif.
JUJUR, disaat itu langsung
saja Allah menyelipkan bayangan Film “3 Idiots” yang dibintangi Amir
Khan. Pada film itu juga terdapat adegan dimana ibu bersalin mengalami
keleleahan dan bayi harus segera dikeluarkan. Semangat Amir Khan yang
tidak pernah melahirkan bayi, dan belum tahu cara menggunakan Vacum,
bahkan dia mampu membuatnya hanya dengan tahu cara kerja, menular kepada
saya. Saya dan bidan senior tidak tahu sistem kerja Alat Vacum yang
baru!! Spontan saja, 2 tabung Vacum diisi air bersih sekitar 500ml,
memang alat dan cup untuk vacuum.
Bidan Senior sedang mengawasi
Denyut Jantung Janin yang terdengar melemah dan keadaan ibu yang masih
gelisah, saya sedang belajar menggunakan alat Vacum. Tidak lama, hanya 5
menit setelah saya tekan tombol power saya berhasil mengetahui sistem
kerja alat itu. Allhamdulillah, semua karena pertolongan Allah.
“Kak, ayo sudah siap alatnya!” Pasien ibu sudah mengejan-mengejan tak beraturan.
“Ok dek, kakak yang masukkan alat, kamu atur tekanan, kalau kak bilang stop, lepas tekanan ya dek!.”
“Ok kak!” Tekanan kunaikkan hingga 300 (angka sudah tertera di alat vacuum).
“Stop
dek!” Lalu Ku lepas tekanan perlahan. Hingga sampai 4 kali, kepala bayi
sudah mulai kelihatan namun belum keluar. Cukup membuat tegang dan
pegal, Bidan senior meminta tukar posisi karena kelelahan.
“Dek, gantian ya, Ka so lelah.”
“Ya kak, kakak yang atur tekanan ya. Begini ka caranya!”
Langsung saja seperti privat kilat menit. Ini begini Ini begitu, Done!
“Ayo kak, ibu sudah kontraksi!”
Ku
pasangkan cup pada kepala bayi baik-baik dan memastikan tidak ada yang
terjepit. Langsung saja tekanan naik hingga 500 dan Ku traksi perlahan
tak lama hanya hitungan detik daaaaaaan
“ALHAMDULILLAAHIROBBIL’ALAAMIIN…… stop kak!”
Semua
berseru atas kebesaran dan kasih Tuhan!! Kepala bayi sudah keluar dan
sudah biru, ketuban bercampur mekonium, BAYI TIDAK MENANGIS. Gerak cepat
langsung untuk menolong bayi asfiksia. Berbagi tugas dengan bidan
senior yang sedang resusitasi bayi. Aku melakukan Manajemen Aktif Kala
III dan Kala IV.
“Oeeek….. Oeeeeek….!!”
Tangisan
bayi memecah mencekamnya suasana ruang bersalin, sesekali ku menengok
ke belakang, kondisi ekstremitas dan badan bayi sudah tak lagi biru.
Fokusku sekarang pada ibu. Ibu memang lemah, mengeluh pusing, segera
perawat lainnya ku minta untuk memeriksa tekanan darah. 140/100 mmHg.
Lega sedikit, namun tegangnya masih banyak. Oksigen masih terpasang pada
ibu walaupun ibu masih saja berusaha melepas. Ibu seperti kurang
komunikatif.
Yah,
pengawasan keadaan umum ketat pada ibu selama 2 jam postpartum ini.
Infus yang tadinya di dua lengan sudah pindah di kaki ibu karena ibu
masih sering bergerak-gerak gelisah. Bersyukur bukan kejang lagi.
“Baku ganti torang mo jaga e Dek!”
“Iyo Kak, Siap!”
Bayi
itu dinamakan SYIFANI atas permintaan orangtua bayi. Gabungan nama
Syifa dan Ani. Kisah ini tak pernah ku lupakan. Siapa yang akan pernah
menyangka di hari kami pulang penugasan pun, begitu indah Allah
menciptakan kenangan dan pengalaman. Kami bidan pulau Karatung, sejak
kehamilan sudah melakukan kunjungan ke rumah tiap bulan, bahkan lebih
sering jika itu sudah ada risiko yang menyertai kehamilannya. Kami
selalu pendekatan kepada ibu hamil untuk bersalin di tenaga kesehatan
dan selalu menerima kehamilan yang sudah Tuhan karuniakan. Tak sedikit
ibu hamil yang kami rujuk, karena kami lebih sayang pada bayi maupun
ibu.
Tak sedikit pula ibu yang bersedia, sejak ada Nusantara
Sehat datang ibu hamil lebih senang ke Puskesmas dan mengikuti
saran-saran. Untuk USG ke kabupaten pun mau.
Coba bayangkan,
merujuk dengan jalur laut kondisi cuaca kencang, kegawatdaruratan Ibu
dan Bayi seperti itu harus bertahan 4-6 jam di perjalanan? Oh,tidak,
saya jadi pasien nanti karena muntah mabuk laut dan pasien tambah parah.
Namun, peristiwa ini adalah pasien rujukan dari pulau Kakorotan
yang kebetulan jarak lautnya bisa ditempuh dengan perahu ataupun
pamboat kurang lebih 30 menit- 1,5 jam tergantung muatan dan kecepatan
mesin. Sepertinya Allah memberikan ujian kenaikan kelas hari itu,
biasanya merujuk ibu-ibu hamil risiko tinggi, ini malah dapat JACKPOT
rujukan. Bersyukur ada alat-alat yang baru datang. Biasanya oksigen aja
tidak ada. Mau menolong persalinan saja sudah spot jantung. Perbedaan di
pulau dan di kota.
Di Pulau Karatung sudah tidak ada dukun,
namun hanya oma (nenek) yang kadang memberikan ramuan. Setiap kelas ibu
hamil maupun setiap pemeriksaan ibu hamil sudah diberitahu untuk tidak
meminum ramuan-ramuan, nanti kalau sudah bersalin tidak apa. Mungkin di
tempat penugasan lain, masih banyak dukun yag lebih berpengaruh, hal itu
merupakan hambatan terbesar, karena belum apa-apa sudah tidak
dipercaya.
Sarana prasarana yang tidak memadai di DTPK memang
perlu segera dilengkapi dan tak boleh ditinggalkan PELATIHAN bagi
bidan/perawat yang bertugas disana. Harapannya semua ada dokter, kalau
pas tidak ada dokter, Bidan/Perawat seperti garda terdepan untuk
membantu masalah kesehatan di DTPK. Di Pulau Karatung kesadaran akan
kebutuhan dokter memang tinggi, namun mereka masih sangat percaya dengan
bidan/ perawat.
“Salah-salah, siapa lagi yang mau tolong torang.”
Bidan
dan tenaga kesehatan lain di DTPK berkolaborasi apik dan ciamik maka
masalah kesehatan mampu ditangani. Bidan, tanganmu lembut bagai sutera,
matamu tajam bagaikan elang, hatimu kuat bagaikan kuatnya sang raja
rimba. Bidan di DTPK bertahan dengan semangat cinta. Pengalaman berharga
et causa kepepet, fasilitas terbatas, namun jadi expert. Aamiin.
Semangat lah selalu kawan, Tuhan selalu bersama hati dan pikiran yang baik, All iz Well
Bayi itu dinamakan SYIFANI atas permintaan orangtua bayi. Gabungan nama Syifa dan Ani.
AstHari ini
Disini dapat belajar, bukan menyalahkan siapa jika terjadi kegawatan tetapi bagaimana menangani kegawatan tersebut agar semua selamat.
BalasWinduHari ini
Terimakasih ceritanya dapat dijadikan pelajaran sekaligus menghibur
BalasIta novita2021-06-14
Ceritanya bagus. Cuma bahasa yg kadang sulit dimengerti dikarenakan beda suku beda bahasa
Balas