IBU HAMIL

Kenali Risiko Tidak Imunisasi Campak pada Anak

26 January 2023 Bidan Nusantara 17310

Lonjakan kasus campak di Indonesia saat ini mulai meningkat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Indonesia telah mencatat 3.341 total kasus campak sepanjang 2022 di 223 kabupaten dan kota dari 31 provinsi di Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 32 kali lipat dibanding kasus yang tercatat pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kemenkes, terdapat 34 kabupaten dan kota dari 12 Provinsi yang telah menetapkan campak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), yaitu Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Pada bulan Juli 2020, WHO dan UNICEF menyerukan bahwa terjadi penurunan yang mengkhawatirkan dalam jumlah anak yang menerima imunisasi,  dikarenakan  pembatasan mobilitas dan terganggunya layanan kesehatan esensial selama pandemi COVID-19.

Campak merupakan penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh infeksi virus campak yang ditularkan melalui perantara droplet. Gejala pada campak diawali dengan demam tinggi, pilek, batuk, kehilangan nafsu makan, dan konjungtivitis. Sebelum adanya pengenalan vaksin campak pada tahun 1963, kasus campak rata-rata mencapai 549.000 kasus campak dan 495 kematian setiap tahun. Hampir seluruh orang Amerika terkena campak dan diperkirakan terdapat 3-4 juta kasus campak setiap tahunnya. Setelah pelaksanaan program vaksin campak dosis satu, terjadi penurunan yang signifikan dalam kasus campak di Amerika Serikat selama tahun 1980-an.

Pada akhir 1980-an, wabah campak masih terjadi pada anak-anak usia sekolah yang telah menerima dosis satu vaksin campak. Sehingga pada tahun 1989, dosis kedua vaksinasi campak mulai direkomendasikan. Selama 1989-1991, kasus campak dilaporkan lebih dari 55.000 kasus dan 123 kematian. Penyebaran ini ditandai oleh kasus pada usia pra-sekolah anak-anak kurang mampu yang tidak vaksin dosis satu tepat waktu. Peningkatan pemberian vaksin dosis satu dan dosis dua secara tepat waktu pada anak usia sekolah menyebabkan penurunan kasus campak.1

Tenaga kesehatan kerap mengingatkan orang tua dan keluarga tentang jadwal kunjungan anak ke Puskesmas atau Posyandu agar anak bisa mendapatkan imunisasi sesuai jadwal yang direkomendasikan. Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk memastikan terpenuhinya hak-hak anak untuk tumbuh sehat, bebas dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

Sebagai orang tua atau pengasuh yang bertanggung jawab, kita perlu tahu alasan pentingnya memastikan anak menerima imunisasi yang lengkap dan tepat waktu. Berikut adalah rangkuman tujuh risiko yang dapat dialami anak, keluarga, dan lingkungannya apabila kebutuhan imunisasi tidak terpenuhi tepat waktu:

  1.         Anak lebih rentan mengalami sakit berat
         Tahukah Anda, anak yang tidak menerima imunisasi lengkap dan tepat waktu akan lebih rentan mengalami berbagai penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan   imunisasi, seperti hepatitis, TBC, batuk rejan, dan difteri? Selain itu, anak yang tidak diimunisasi juga lebih rentan terhadap masalah kesehatan lain; contohnya ketika anak terkena campak, sering mengalami komplikasi seperti diare, pneumonia, kebutaan, dan malnutrisi.

  2.       Kemungkinan anggota keluarga lain turut sakit berat menjadi lebih tinggi
         Tahukah Anda, anak yang sedang sakit dan tidak menerima imunisasi lebih berisiko menulari orang lain di sekitarnya? Begitu pula sebaliknya; anak yang tidak diimunisasi lebih berisiko tertular penyakit. Setiap kali seseorang sakit, maka anak, atau cucu dan orang tua, juga berisiko terkena. Orang dewasa merupakan sumber infeksi utama pertusis (batuk rejan) pada balita, penyakit ini bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi. Imunisasi tidak hanya melindungi diri anak, tetapi juga orang tua dan anggota keluarga lain serta orang-orang di lingkungan sekitar yang mungkin kesulitan mendapatkan akses vaksinasi.
         Orang dewasa pun tetap mungkin tertular penyakit dan mengalami gejala yang ringan namun dengan komplikasi yang fatal. Ibu hamil yang tertular virus rubela, misalnya, amat berisiko melahirkan anak dengan berbagai bentuk komplikasi bawaan, disebut dengan sindrom rubela kongenital (SRK). Sementara itu, ibu hamil yang tertular virus campak berisiko mengalami keguguran.

  3.       Anda mungkin ikut menyebabkan wabah penyakit di lingkungan
         Kasus-kasus penyakit menular di kalangan kelompok rentan dapat berkembang luas menjadi wabah di masyarakat. Untuk alasan inilah, pemerintah saat ini masih memberikan imunisasi polio kepada anak. Jika jumlah anak yang tidak mendapatkan imunisasi bertambah banyak, maka penyakit yang selama bertahun-tahun berhasil dicegah dapat kembali mewabah.

  4.               Sakit dan komplikasi penyakit menimbulkan biaya tinggi untuk pengobatan dan perawatan
        Suatu penyakit tidak hanya berdampak langsung terhadap penderita dan keluarganya, tetapi juga terhadap masyarakat secara keseluruhan. Kejadian sakit dan komplikasi penyakit dapat membutuhkan biaya tinggi dan perawatan yang memakan waktu. 
    Pasien difteri, misalnya, membutuhkan rawat inap segera di fasilitas kesehatan yang mampu menangani penyakit ini besertakomplikasi-komplikasinya. Pasien akan ditempatkan di ruang isolasi dan diberikan obat-obatan khusus. Penyakit campak rata-rata memerlukan hingga 15 hari perawatan, termasuk rata-rata kehilangan lima atau enam hari kerja atau sekolah bagi karyawan atau pelajar. Orang dewasa yang terkena hepatitis rata-rata tidak bisa bekerja selama satu bulan. Dalam hal bayi yang terlahir dengan SRK, ia akan membutuhkan pengobatan seumur hidup dan bantuan serta terapi medis yang berbiaya tinggi.

     5.  Penurunan kualitas hidup
         Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi memiliki risiko komplikasi yang mengakibatkan disabilitas tetap. Contohnya, campak yang dapat menyebabkan kebutaan. Ada pula kelumpuhan sebagai gejala terberat yang dikaitkan dengan polio karena dapat menimbulkan disabilitas permanen dan kematian.

6.  Risiko penurunan harapan hidup
Vaksinasi yang tidak lengkap menyumbang kepada penurunan angka harapan hidup. Sebaliknya, imunisasi lengkap hingga anak berusia lima tahun dapat meningkatkan angka harapan hidup. Data menunjukkan bahwa anak yang tidak menerima imunisasi lengkap lebih mungkin tertular berbagai penyakit saat masih kanak-kanak, sehingga angka harapan hidupnya pun menurun. Di Papua Barat, dari tahun 2010 ke tahun 2017, angka harapan hidup meningkat berkat peran penting dari peningkatan jumlah anak yang mendapatkan imunisasi lengkap. Di Brazil, antara tahun 1940 dan 1998, angka harapan hidup saat lahir naik sekitar 30 tahun. Hal ini utamanya disebabkan oleh menurunnya angka kematian  akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

7.    Batasan perjalanan dan bersekolah
Beberapa negara mensyaratkan imunisasi lengkap bagi warga asing yang hendak berkunjung. Jika tidak diimunisasi, anak dapat kehilangan kesempatan untuk   mengenyam pendidikan di negara-negara ini. Selain itu, sudah semakin banyak sekolah yang mencantumkan ‘imunisasi lengkap’ sebagai syarat pendaftaran. Tujuannya adalah agar semua anak dan warga sekolah terlindung dari penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin dan dengan demikian anak dapat menikmati hak belajarnya secara penuh di sekolah.

 

Referensi:

  1. Yahmal PN, Dokter P, Kedokteran F, Lampung U. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Campak [Internet]. Available from: http://jurnalmedikahutama.com
  2. https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20230120181416-33-407223/gawat-kasus-campak-2022-di-indonesia-meningkat-32-kali-lipat
  3. https://www.who.int/bulletin/volumes/86/2/07-040089.pdf
  4. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180827/5827672/papua-barat-berhasil-tingkatkan-angka-harapan-hidup
  5. http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S1809-98232017000600741


Tentang Penulis

Bidan Nusantara

Customer Service


0 Komentar


Tinggalkan Komentar