BIDAN

MERUJUK BAYI BARU LAHIR, 5 JAM TEROMBANG AMBING BERSAMA PAMBOAT DI TENGAH LAUT

21 July 2021 Bidan Nusantara 17301

Pagi yang cerah, di bulan Ramadhan. Hari ini berpuasa bersama saudara muslim lainnya. Tolerasi umat beragama di Pulau ini, kental terasa. Dinas pagi di puskesmas seperti biasa, mempersiapkan ruangan, alat, membersihkan ruangan IGD. Pelayanan dimulai pada pukul 08.00 WIB. Pasien berdatangan dan mulai registrasi di loket.

Tiba-tiba, datang rombongan sekitar 5 orang dari pulau sebelah membawa bayi ke IGD. Saat itu, dokter segera memeriksa kondisi bayinya. Bayi usia 28 hari, sesak dan ada tarikan dinding dada. Selain itu, pada auskultasi didengarkan terdapat bunyi ronchi. Dokter sedang mengusahakan untuk melakukan tindakan pertama yaitu dengan memberikan bantuan uap. Hal ini, bisa jadi terdapat lendir yang mengganggu jalan nafasnya.

Namun setelah dilakukan beberapa saat, bayi tidak membaik. Akhrinya diputuskan untuk dirujuk dengan diagnosis bronchopneumonia. Saat itu dilakukan pendekatan kepada keluarga. Seperti diketahui, bahwa pasien ini adalah pasien pulau sebelah, dimana untuk menjangkau puskesmas Kami membutuhkan waktu paling cepat 2 jam. Namun saat itu, keluarga tidak ada persiapan apapun untuk rujukan. Keluarga akhirnya bersedia dirujuk, namun sebelumnya harus balik dahulu ke pulau sebelah untuk persiapan dan mencari bahan bakar disana.

Keputusan ini memang sangat berisiko tinggi, dimana bayi sudah dalam kondisi demam, pemberian pertolongan medikasi yang memudahkan dijalan sudah diberikan. Berangkatlah saya sebagai tenaga kesehatan pendamping dengan keluarga bayi ke rumah di pulau sebelah. Sesampainya disana, keluarga semua menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk ke RSUD yang berada di Pulau Karakelang serta biaya hidup disana. Pulau tersebut akan ditempuh selama 4 jam jika kondisi cuaca baik.

Persiapan selesai pada pukul 15.00. Berangkatlah kami berenam meliputi operator perahu pamboat, ibu bayi, bayi, saudara ibu, satu anaknya serta saya. Saya masih puasa pada saat itu. Satu jam berjalan dan suasana mulai mendung, kami agak melawan arus angin, sehingga perahu pamboat berjalan lebih pelan dari seharusnya. Hari mulai gelap dan angina mulai kencang.

Sekitar 2 jam operator dan kami berusaha sekuat tenaga melindungi bayi agar tidak basah, tidak kedinginan. Angin yang kencang menyebabkan air lebih banyak membentur badan perahu dan menciptakan cipratan yang dapat masuk ke perahu. Tidak banyak yang bisa kami lakukan, selain berdoa dan menjaga perahu tetap seimbang.

Setelah angin mulai berkurang kecepatannya, kami mulai lega. Dan saudara ibu mengeluarkan perbekalan untuk bisa sekedar mengisi energi kami. Saat itu saya yang masih puasa membawa bekal air putih, dengan petunjuk matahari yang mulai jingga memerah, saya berbuka di atas pamboat. Bayi masih digendong ibunya. Bayi masih dalam kondisi baik, tidak demam namun selama diperjalanan posisi menyusui saya sarankan kepada ibu bayi, agar tetap mendapatkan nutrisi. Sulit memang, namun, setidaknya kami berusaha.

Hari  mulai malam, pulau sudah tampak dari kejauhan. Hati kami tenang. Perlahan kami mulai mendekati tepi pulau dan tampak kendaraan disana bersama kerumunan orang. Ternyata kami sudah ditunggu keluarga bayi yang memang ada di pulau besar tersebut. Kekeluargaan begitu terasa karena bahu membahu dalam menolong bayi ini.

Pukul 20.00 kami tiba di pulau, kami naik ke mobil. Sebelum berangkat, saya mengecek kondisi bayi, mengganti pakaian yang mungkin basah agar bayi tidak hipotermi. Mengganti kain dan mengecek suh dan memantau pernapasannya. Bayi dalam kondisi masih sesak, namun kondisi lain baik. Kami segera ke RSUD dengan mobil. RSUD bisa ditempuh selama 2 jam. Kami tiba di RS. Saya melakukan operan dengan perawat. Bayi sudah diterima oleh perawat dan dokter jaga IGD RSUD.

Rasa syukur kepada Tuhan kami panjatkan karena bisa sampai di RS dan bayi bisa tertangani. Saya kembali ke pulau tepi dan berencana menunggu kapal atau perahu yang akan menyeberang ke Pulau Karatung. Alhamdulillah, disana sudah ada perahu. Saya pun kembali ke puskesmas.

Pelajaran yang diambil dari kisah ini, adalah sebagai tenaga kesehatan kita mungkin bisa menyarankan beberapa hal kepada pasien terkait kesehatannya, namun bagaimana kondisi psikososiokultural pasien perlu untuk memahaminya dan mempertimbangkan segalanya sebelum rujukan. Sekian.



Tentang Penulis

Bidan Nusantara

Customer Service


1 Komentar

dayuHari ini

subhanallah inspiratif banget ceritanya

Balas

Tinggalkan Komentar