Kekurangan zat
besi adalah kekurangan kekurangan gizi utama di dunia yang mengakibatkan Iron Deficiency Anemia (IDA) yang
mempengaruhi bayi, anak kecil, dan wanita usia subur.1
Pada kehamilan, penurunan kadar hemoglobin terjadi sebagai fenomena fisiologis
terutama pada trimester kedua. Seiring dengan perkembangan janin, kebutuan zat
besi juga akan meningkat sebagai akibat dari kebutuhan zat besi yang lebih
tinggi untuk mengakomodasi kebutuhan janin.2
Suplementasi zat besi dan nutrisi yang tepat diperlukan untuk memenuhi
kekurangan zat besi pada kehamilan.3 Di Indonesia, prevalensi anemia
pada ibu hamil terus menurun dari waktu ke waktu, namun angkanya makin setinggi
lebih dari 35%.4 Bidan memainkan peran utama dalam perawatan
antenatal di fasilitas perawatan kesehatan primer di daerah pedesaan. Tablet
besi sering diresepkan tanpa pemeriksaan darah yang tepat tetapi dengan
mengenali gejala klinis.5
WHO mendefinisikan anemia sebagai suatu kondisi dimana kadar hemoglobin kurang dari 13 g/dL pada pria dan kurang dari 12 g/dL pada wanita di atas 15 tahun dan tidak hamil.6 Anemia defisiensi besi merupakan masalah gizi umum di dunia dan mempengaruhi lebih dari 600 juta orang. Secara global, prevalensi anemia diperkirakan sebesar 51%. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari 3800 juta penduduk yang diperkirakan di negara berkembang menderita anemia, sedangkan prevalensi di negara maju hanya mencapai sekitar 8% (atau sekitar 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang.7
Anemia merupakan masalah utama pada wanita usia subur dan umumnya disebabkan oleh pola makan yang salah, selain infeksi dan menstruasi.8 Pada umumnya, anemia adalah suatu kondisi saat kekurangan sel darah merah yang sehat untuk membawa oksigen yang cukup ke jaringan tubuh. Memiliki anemia akan membuat tubuh merasa lelah dan lemah. Anemia dapat menyebabkan sakit kepala, menurunkan konsentrasi, gangguan pertumbuhan dan mempengaruhi produktivitas kerja. Lebih dari itu, anemia dapat menurunkan resistensi tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi.9 Efek jangka panjang dari defisiensi besi anemia adalah ketidakmampuan memenuhi nutrisi ibu dan janin selama kehamilan, dan dapat meningkatkan frekuensi komplikasi, risiko kematian ibu, angka kelahiran prematur, kelahiran rendah berat dan angka kematian perinatal.10
Terdapat banyak bentuk anemia, masing-masing dengan penyebabnya sendiri. Anemia bisa bersifat sementara atau jangka panjang. Tanda dan gejala anemia bervariasi tergantung penyebabnya. Jika anemia disebabkan oleh penyakit kronis, penyakit tersebut dapat menutupinya, sehingga anemia dapat dideteksi dengan tes untuk kondisi lain.10 Adapun tanda dan gejala yang mungkin terjadi saat mengalami anemia adalah kelelahan, kelemahan, kulit pucat atau kekuningan, detak jantung tidak teratur, sesak napas, pusing atau sakit kepala ringat, sakit dada, tangan dan kaki dingin, sakit kepala,serta konjungtiva pucat.11 Pada awalnya, anemia bisa sangat ringan sehingga terkadang penderita tidak menyadari, tetapi gejala akan memburuk saan kondisi anemia memburuk. Anemia dapat terjadi ketika tubuh pasien tidak dapat menerima sel darah merah.11
Anemia memiliki kasus yang berbeda-beda diantaranya adalah (1) anemia defisiensi besi, disebabkan oleh kekurangat zat besi dalam tubuh. Tanpa zat besi yang cukup, tubuh tidak dapat memproduksi hemoglogin yang cukup untuk sel darah merah; (2) Anemia defisiensi vitamin, dikarenakan tubuh mengalami kekurangan asam folat dan vitamin B-12 untuk memproduksi sel darah merah yang cukup sehat; (3) Anemia peradangan penyakit tertentu seperti kanker, HIV/AIDS, rheumatoid arthritis, penyakit ginjal dan penyakit inflamasi akut lainnya; dan (4) Anemia aplastik, yaitu anemia langka yang mengancam jiwa, terjadi ketika tubuh tidak menghasilkan cukup sel darah merah dan ketika mendapatkan paparan bahan kimia beracun.12
Faktor risiko yang dapat meningkatkna risiko terjadinya anemia adalah diet yang kekurangan vitamin dan mineral tertentu (folat dan B-12), gangguan usus, menstruasi, kehamilan, kondisi kronis, riwayat keluarga, serta riwayat infeksi tertentu seperti penyakit darah dan gangguan autoimun.12
Berdasarkan identifikasi besarnya nilai relative risk masing—masing faktor risiko Pudji Rohyati, diketahui bahwa dari 32 faktor risiko, hanya 8 faktor risiko yang mempunyai nilai RR (relative risk) > 1, variabel yang bermakna secara statistik salah satunya adalah variabel anemia (kurang darah). Ibu yang anemia (kurang darah) mempunya risiko sebesar 6.737 kali lipat lebih besar untuk mengalami kenaikan skor KSPR dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Hal ini meningkatkan risiko kematian ibu, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian perinatal.13
Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.13 Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).14
Cara mendiagnosis adanya anemia defisiensi besi adalah : (1). Anamnesis mencari faktor predisposisi dan etiologi, (2).Pemeriksaan fisik lemah, letih, lesu, pucat dll, (3).Pemeriksaan penunjang Hb, PCV (PackedCell Volume), leukosit, trombosit dll. Anemia dapat menjadi tiga kategori yaitu anemia ringan (Hb 9-10 gr%), anemia sedang (Hb 7-8 gr %), dan anemia berat (Hb < 7 gr).2
Anemia perlu dicegah dengan berbagai upaya. Upaya pencegahan anemia sesuai dengan kebijakan pemerintah adalah melalui pendidikan kesehatan. Dengan memberikan pendidikan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kesehatan reproduksi.15 Pendidikan kesehatan dapat diberikan dengan mengintegrasikan konseling pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan ibu/pemeriksaan kehamilan Peningkatan pengetahuan terjadi karena mereka telah mendapatkan materi melalui konseling sehingga terjadi proses belajar, peralihan dari tidak tahu menjadi tahu.16
Dengan demikian, diharapkan bidan dapat mengantisipasi agar di kemudian hari kejadian anemia tidak lagi banyak yaitu dengan cara memberikan edukasi untuk mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti daging sapi muda.17 Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau tua, seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, dan polong-polongan. Perlu dicatat bahwa tubuh lebih mudah menyerap zat besi dari daging daripada zat besi dari sayuran atau makanan olahan (seperti sereal yang diperkaya zat besi).
Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb lebih=11g/dl), sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari.18 Selain itu, tatalaksana dari anemia defisiensi besi adalah Pemberian zat besi oral, pemberian zat besi intramuscular, dan transfusi darah.
Daftar
Pustaka