BIDAN

Kehamilan Ektopik Terganggu Berbahayakah?

09 August 2021 Bidan Nusantara 17308

        Kematian maternal adalah kematian perempuan selama hamil, bersalin dan nifas yang disebabkan kehamilan atau saat penanganannya.1 Komplikasi obstetri sebagai penyebab utama kematian maternal yang menjadi target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) dan diharapkan menjawab ketertinggalan pembangunan negara, baik di negara maju maupun berkembang. Salah satu komplikasi dalam kehamilan adalah Kehamilan Ektopik Terganggu (KET).2 Pada dasarnya, kehamilan secara normal berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi di luar Rahim, misalnya di tuba, ovum, atau rongga perut. 1

      Kehamilan ektopik merupakan penyebab penting dari kesakitan dan kematian maternal, karena tempat tumbuh janin yang abnormal dan mengakibatkan gangguan berupa rupture tuba, karena janin semakin membesar di tempat yang tidak semestinya. Hal ini dapat mengakibatkan perdarahan yang terkumpul dalam rongga perut dan menimbulkan rasa nyeri setempat atu menyeluruh yang berat, disertai pingsan dan syok.2 Tanpa pengobatan, kehamilan ektopik dapat menjadi fatal dan mengancam keselamatan ibu dan janin. Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran atau abortus maka disebut dengan kehamilan ektopik terganggu.3

         Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang terjadi di ovarium, cavum abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter.3 Kehamilan ektopik adalah penyebab hampir 5% kematian di negara maju. Kehamilan ektopik diidentifikasi dengan menggabungkan temuan klinis serta pemeriksaan serum dan sonografi transvagina. Temuan klinis yang dinilai adalah riwayat amenore, perdarahan pervaginam dan nyeri perut bawah. Ketika nyeri semakin berat yang disertai pemeriksaan cavum douglass menonjol maka didiagnosis dengan KET. Mereka yang diperkirakan ruptur tuba perlu segera menjalani terapi pembedahan.4

      Kehamilan ektopik terganggu berbeda dengan kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid.6 Disamping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Gejala lain yang muncul seperti amenorea atau terlambat haid. Perdarahan atau spotting per vaginam yang terjadi pada sebagian besar kasus, yakni 2-3 minggu setelah terlambat haid. Nyeri perut yang biasanya unilateral dan ini biasanya khas untuk kehamilan tuba,tetapi bias juga bilateral, di perut bawah,perut atas atau bahkan seluruh bagian perut. Sebagian kasus menunjukkan pula adanya nyeri bahu,yakni apabila perdarahan yang terjadi sudah mulai mengiritasi diafragma.6

       Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.7 Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu (KET).8 Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.9

     Kehamilan Risiko Tinggi adalah salah satu kehamilan yang di dalamnya kehidupan atau kesehatan ibu dan anak dalam bahaya. Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk terjadinya suatu keadaan gawat darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang, seperti kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan, atau ketidakpuasan pada ibu dan bayi. Ukuran risiko menurut Poedji Rochyati dapat dituangkan dalam bentuk angka disebut SKOR. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2.10 Kehamilan tanpa masalah/faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar diikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10, yaitu kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST), dengan jumlah skor ≥ 12.11

      Kartu Skor Poedji Rochjati (KSPR) yaitu berupa kartu skor yang digunakan sebagai alat skrining antenatal berbasis keluarga guna menemukan faktor risiko ibu hamil, yang selanjutnya dilakukan upaya terpadu untuk menghindari dan mencegah kemungkinan terjadinya upaya komplikasi obtetrik pada saat persalinan.6 Skor Poedji Rochjati adalah cara untuk mendeteksi dini kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari masanya, akan terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun setelah persalinan. Fungsi penskoran adalah sebagai alat komunikasi informasi dan edukasi/klien, selain itu juga digunakan sebagai alat peringatan bagi petugas kesehatan.7 Penentuan risiko tinggi kehamilan didasarkan pada tabel skor berikut:

 

Tabel 1. Kartu Skor Poedji Rochjati


     Terapi medikamentosa dan penatalaksanaan bedah Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.9 Selain itu juga bisa dilakukan dengan pembedahan konservatif, dimana integritas tuba dipertahankan.12 Pembedahan radikal Salpingektomi juga dapat dilakukan apabila ibu penderita kehamilan ektopik pada keadaan berikut ini: 1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pasca operatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi, 4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi, 6) perdarahan berlanjut pasca salpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang, 8) kehamilan heterotopik, dan 9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.11

      Peran bidan dalam mengatasi Kehamilan Ektopik Terganggu adalah dengan melakukan upaya pencegahan gerakan sayang ibu. Gerakan sayang ibu/Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinan yang dilalui sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat. Safe Motherhood memiliki empat pilar utama yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal care (ANC), persalinan yang aman, pelayanan obstetrik esensi/emergensi.10

      Upaya untuk menurunkan kasus komplikasi dalam kehamilan adalah mendekatkan pelayanan di tengah masyarakat dengan menempatkan bidan desa, meningkatkan penerimaan KB sehingga ibu hamil makin berkurang dan komplikasi semakin menurun, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyebarkan keberadaan ahli obstetrik ginekologi yang berorientasi pada aspek sosial dan meningkatkan upaya rujukan jika terjadi kegawatdaruratan.9

 

DAFTAR PUSTAKA

  1. Stulberg D, Cain R. Ectopic Pregnancy Rates in The Medical Population American Journal of Obstetric and Gynecology. 2013; 1:p.208-274.
  2. Cunningham F, Grant N, Leveno K. Ectopic Pregnancy : William’s Obstetrics USA: The Mc Graw – Hill Company; 2015.
  3. Clinical Practice Guideline: The Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy.Institute of Obstetricians & Gynecologist. 2014. No:33.
  4. Barash J H, Buchanan E M, Hillson C. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. American Family Physician. 2014.
  5. Autry AM. Medical Treatment Of Ectopic Pregnancy: Is There Something New? Obstetric & Gynecology. 2013; 122 (4):p. 733-734.
  6. Seeber BE, Barnhart KT. Suspected Ectopic Pregnancy [Published Correction Appears In Obstet Gynecol. 2006;107(4):955].Obstet Gynecol. 2006;107 (2 pt 1);399-413.
  7. Oron G and Tulandi T.”A Pragmatic And Evidence-Based Management Of Ectopic Pregnancy”. Journal Of Minimally Invasive Gynecology 20.4 (2013): 446-454. 11.
  8. Shetty K S, Shetty K A. A Clinical Study of Ectopic Pregnancies in Atertiary Care Hospital of Mangalore India. 2014; p.305- 309.
  9. Saranovic M., et al. “Ectopic Pregnancy And Laparoscopy”. Clinical And Experimental Obstetrics And Gynecology 41.3 (2014): 276-279.
  10. Nowak-Markwitz E., et al. “Cutoff Value Of Human Chorionic Gonadotoprin In Relation To The Number Of Methotrexate Cycles In The Succesful Treatment Of Ectopic Pregnancy”. Fertil and steril 92.4 (2009):1203-1207.
  11. Juneau C and Wright Bates G. “Reproductive Outcomes After Medical And Surgical Management Of Ectopic Pregnancy “. Clinical Obstetrics and Gynecology 55.2 (2012):455-460


Tentang Penulis

Bidan Nusantara

Customer Service


2 Komentar

Mariya Nabila2021-10-13

Sangat bermanfaat artikelnya👍

Balas

murtiningsih2021-08-15

mantap

Balas

Tinggalkan Komentar